Teknologi Digital Tingkatkan Minat Baca

Kehadiran teknologi ternyata membuat minat baca meningkat, khususnya di kalangan usia dewasa muda. Sebuah studi dari Pew Research Center  menyatakan bahwa kelompok usia 16-29 tahun mengalami peningkatan minat baca, sejak maraknya e-book dan perangkat digital e-reader. Makin banyak konten elektronik yang mudah diakses di perangkat mobile, membuat kalangan ini kian suka membaca. Yang dibaca bukan sekadar ringkasan, lho, melainkan juga buku elektronik. Bahkan mereka juga jadi terdorong untuk mengunjungi perpustakaan.

Sebanyak 8 dari 10 orang Amerika usia 16-29 tahun setidaknya membaca 1 buku tahun ini. Lebih dari 6 dari 10 mengunjungi perpustakaan. Sebesar 75% dari mereka membaca buku cetak, 19% buku elektronik, dan 11% buku audio. Sementara yang melakukan riset di perpustakaan ada 46%, 38% meminjam buku di perpusatakaan, dan 23% meminjam koran, majalah, dan jurnal.

“Anak sekolah tingkat SMA usia 16-17 tahun ternyata lebih sering meminjam buku di perpustakaan ketimbang orang dewasa,” jelas Kathryn Zickuhr dari Pew. Di Amerika sendiri masih banyak perpustakaan yang belum menyediakan konten digital, walau sudah mulai mengimplementasikan katalog digital. Tapi ternyata masih banyak orang yang belum tahu bahwa ada perpustakaan yang dapat meminjamkan ebook. Sebagai contoh adalah perpustakaan umum di San Francisco yang sudah menyeakan ebook sejak 2009.

Riset yang dilakukan Pew Research Center for its Internet & American Life Project ini didanai oleh Bill & Melinda Gates Foundation. Ada 2986 orang usia 16-29 tahun yang menjadi partisipan, selama pertengahan November hingga akhir Desember 2011. Tujuan riset ini adalah mencari tahu mengenai pengaruh teknologi digital terhadap minat baca. 
 
[via Mashable]

Fakta SMS Saat Ini

Sudah banyak kasus orang mengalami kecelakaan gara-gara asyik dengan SMS saat berjalan. Di China, seorang gadis remaja jatuh tercebur lubang saluran air, akibat tenggelam dengan ponsel dan SMS-nya.Ada juga kasus seorang perempuan jatuh ke air terjun buatan di mall akibat melakukan hal serupa.

Untuk mencegah maraknya kecelakaan karena SMS sambil jalan, di New Jersey sampai diberlakukan denda sebesar 85 dolar bagi orang yang kedapatan sedang memainkan jari di keypad ponselnya saat berjalan kaki.

Tapi agaknya itu tidak bikin orang jera, lho. Sebuah survei yang dilakukan textPlus menyatakan bahwa sebesar 65% pengguna ponsel mengaku sering ber-SMS-ria ketika sedang berjalan kaki. Mereka yang berusia lebih muda ternyata lebih sering melakukannya. Sebesar 73% peserta survei usia 13-17 tahun ber-SMS saat berjalan kaki, sedangkan yang berusia 35-44 tahun hanya sekitar setengahnya saja.

Mengapa orang suka SMS-an saat berjalan kaki? Alasannya, mereka merasa pesan yang diterima sangat penting, dan tidak bisa menunggu untuk segera membaca atau membalasnya. Dan makin muda usia mereka, makin menganggap SMS adalah segalanya.

Apakah sedemikian penting, sampai mereka tidak mempedulikan keselamatan diri? Sebanyak 63% menyatakan bahwa mereka akan tetap aman, tergantung sedang di mana mereka berada.

Bagaimana dengan Anda? Masih suka SMS-an saat berjalan? Apakah kamu yakin tetap aman? Mengingat banyak kasus kecelakaan yang sudah ada, lebih baik menahan diri untuk menepikan diri dulu dan jangan berjalan ketika ada SMS masuk dan ingin segera membalasnya.

[via Mashable]

Etika Saat Menggunakan Gadget Mobile

Sadarkah Anda, smartphone, tablet, dan semua perangkat canggih yang ada kini membuat manusia menjadi antisosial, tak peduli sekitar? Ponsel adalah contoh paling nyata. Orang yang sudah asyik dengan ponselnya, cenderung tak peduli lagi dengan orang-orang di sekelilingnya.

Dalam jamuan makan, acara resmi, di keramaian, banyak orang lebih serius dengan ponselnya. Para user gadget canggih mulai melupakan etika yang sebenarnya memang ada. Akibatnya mereka akan mencelakakan dirinya sendiri, seperti kecelakaan akibat mengemudi sambil berponsel.

Ada beberapa aktivitas yang sebaiknya kita hindari saat sedang menggunakan ponsel atau gadget lain. Atau sebaliknya, jauhkan ponsel dari jangkauan ketika dalam kondsisi tertentu. Apa saja itu?

1. Sedang stress atau pikiran kacau

Dalam kondisi ini sebaiknya hindari ngetwit sesuatu atau posting di social media, maupun kirim SMS atau pesan teks ke orang lain. Sebab hanya akan membuat pesanmu jadi kacau, emosional, dan membuat pembacanya ikut terpancing emosi.

2. Sedang berjalan kaki

Sering jalan kaki sambil kirim SMS atau Twitteran? Mungkin asik. Hanya waspada saja kalau ada mobil atau motor mendadak menyerempetmu akibat kamu tidak sadar sudah berjalan di jalur yang salah. Atau bisa jadi tiba-tiba kamu terjatuh dalam lubang, terbentur pohon maupun tiang listrik.

3. Sedang di antrean

Antre memang menyebalkan. Biasanya orang akan berusaha asyik dengan gadgetnya untuk membunuh waktu. Hanya akan lebih menyebalkan lagi kalau antrean jadi terhenti akibat kamu tidak maju ke depan cuma karena keasyikan SMS-an.

4. Mengemudi

Kalau ini sudah tak perlu ditanya lagi alasannya. Kecelakaan karena asyik dengan ponsel saat mengemudi sudah banyak terjadi. Hindarilah memegang ponsel atau perangkat mobile lain selama mengemudi, demi keselamatan Anda dan orang lain.

5. Terlibat diskusi serius
Sedang meeting atau diskusi dengan atasan, orang tua, teman, guru, atau siapapun itu, tapi kamu justru lebih serius menatap layar ponsel. Rasanya menyebalkan sekali. Coba lupakan sejenal ponsel atau gadget canggihmu itu sejenak agar konsentrasimu tidak terbagi.

[via CNN]

Survei: Perlunya Edukasi tentang Privasi Online di Sekolah

Layanan jejaring sosial kian menjamur. Di lain sisi, remaja terlalu banyak mengumbar data pribadinya secara online, sementara layanan jejaring sosial dinilai belum mampu melindungi privasi mereka.

Demikian hasil survey online yang dirilis Common Sense Media, dengan melibatkan 2.100 orang dewasa antara 13 – 16 Agustus serta 401 orang remaja berusia 15 – 18 tahun antara 18 – 20 Agustus lalu.

Dari survey terungkap bahwa 92 persen orangtua berpendapat bahwa anak mereka terlalu banyak mengumbar informasi pribadi di internet. Tiga dari empat orangtua menilai bahwa layanan jejaring sosial belum mampu melindungi privasi anak. Mayoritas orangtua merasa bahwa mesin pencari dan jejaring sosial tidak perlu men-share lokasi fisik seorang anak kecuali jika orangtuanya sudah menyetujuinya.

Hanya setengah dari orangtua yang disurvei mengaku bahwa mereka membaca “term of service” sebuah website, meskipun sebagian besar mengaku akan membacanya jika tulisannya lebih pendek dan jelas. Dan 69 persen orangtua menilai bahwa privasi online seharusnya menjadi tanggung jawab bersama baik individu maupun perusahaan online.

Dari sisi anak, 79 persen remaja menilai bahwa teman-teman mereka terlalu banyak membagi info pribadi di Web. Sebanyak 58 persen remaja takut kalau mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan atau masuk ke sekolah favorit mereka jika mengumbar informasi pribadi terlalu banyak di internet. Sekitar 70 persen remaja mengaku proaktif melindungi privasi online mereka dengan memanfaatkan pengaturan privasi.

Sebagai solusinya, berdasarkan hasil survey, 60 persen mengatakan pemerintah perlu memperbarui undang-undang privasi online untuk anak-anak dan remaja. Hampir 90 persen menyatakan akan mendukung undang-undang yang mengharuskan perusahaan-perusahaan online harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu sebelum menggunakan informasi pribadi anak untuk tujuan pemasaran.

Selain itu, para orangtua menganggap perlunya edukasi tentang privasi online. Hasil survey mengatakan 70 persen orangtua berharap agar sekolah dapat mengajarkan muridnya tentang pentingnya menjaga privasi online.

Berikut ini beberapa saran untuk orang tua terkait menjaga privasi anak, antara lain:
1. Pastikan anak selalu menggunakan pengaturan privasi sehingga mereka tidak mudah dicari di Facebook dan jejaring sosial lainnya.
2. Beritahu anak agar tidak mengumbar lokasi tempat tinggal mereka di situs-situs seperti Foursquare, karena ini bisa mengekspos anak untuk dieksploitasi orang asing.
3. Ingatkan anak untuk tidak sembarangan mengisi kuesioner, mengikuti kontes online, mengisi form dengan iming-iming hadiah gratis. Sebab, meski tidak semuanya, teknik ini banyak dipakai semata-mata untuk mengambil informasi pribadi untuk alasan pemasaran.
4. Selalu review tawaran, form, dan halaman login apapun yang mengharuskan anak menginputkan informasi pribadi.

[via CNN]

Terlalu Eksis di Facebook Bisa Berdampak Stres

 Memiliki teman yang banyak di Facebook tidak selamanya menguntungkan bagi si pemilik akun. Hati-hati!! Karena sebuah studi menemukan bahwa seseorang yang populer di Facebook malah rentan merasakan stres dibanding mereka yang tidak terlalu tenar. Mengapa demikian?

Sebuah tim di Edinburgh Napier University mengumpulkan hasil survey online dari 175 pelajar mengenai perasaan mereka terkait penggunaan Facebook. Dari responden yang diteliti, tiga perempatnya adalah wanita.

Survey tersebut menghasilkan data bahwa mereka yang eksis di Facebook alias memiliki teman terbanyak dan menghabiskan waktu paling lama di Facebook, adalah mereka yang paling dekat dengan kata stres. Gambaran berikut mungkin menjelaskan alasan kenapa demikian.

Dikatakan oleh ketua tim Dr. Kathy Charles, penggunaan Facebook bagaikan saluran berita mini tentang diri penggunanya sendiri. Semakin banyak orang maka kamu semakin merasa bahwa di luar sana ada pemirsa. Kamu seolah-olah menjadi artis dan semakin besar pemirsamu maka tekanan untuk menghasilkan sesuatu tentang dirimu sendiri akan makin kuat.

Sebanyak 12% dari responden mengatakan mereka merasa gelisah. Responden-responden tersebut memiliki rata-rata 117 teman, sedang responden sisanya hanya memiliki rata-rata 75 teman. Kegelisahan juga muncul saat mereka ingin berhenti dari Facebook karena adanya ketakutan akan kehilangan informasi sosial atau takut dibilang menyinggung temannya. Seperti gambling, Facebook ‘membelenggu’ penggunanya dalam neurotic limbo, tidak tahu menahu apakah mereka berada di sana hanya sekedar untuk tidak ketinggalan sesuatu yang bagus.

Meski begitu, hasil studi di atas diragukan oleh sejumlah ahli. Eleanor Barlow, seorang pakar cyberpsychology di IBM mengatakan temuan tersebut memang menarik namun tidak seharusnya diimplikasikan ke populasi Facebook yang lebih luas. Hal ini dikarenakan para pelajar memakai Facebook dengan cara yang berbeda-beda.

[via Telegraph]

Fakta Unik Tentang Facebook

Dengan lebih dari 600 juta pengguna aktif Facebook, banyak sekali studi yang dilakukan oleh berbagai pihak berkaitan dengan penggunaan situs jejaring populer tersebut. Studi-studi ini membuat kita mengenal lebih dalam tentang bagaimana orang ‘memperlakukan’ Facebooknya dan bagaimana ia berdampak pada hubungan yang mereka jalin di kehidupan nyata. Ini dia contohnya.. :)

1. Facebook mengkonfirmasikan bahwa konten berbau seks ‘menjual’ di Facebook. Dari bulan Februari hingga Mei 2010, ahli media sosial Dan Zarrella memproses 12.000 link yang mengarah ke situs berita dan blog. Ia ternyata menemukan bahwa link tentang seks banyak di-share di Facebook, yakni sebesar 90% dibandingkan subjek-subjek lain.

2. Mereka yang berpacaran di Facebook, lebih bahagia dibandingkan yang single. Pada bulan Februari tahun lalu, Facebook pernah membandingkan status hubungan user dengan kebahagiaan mereka, dilihat dari konten positif dan negatif di update-an Facebook mereka. Hasilnya, mereka yang sedang menjalin hubungan cinta, diketahui lebih bahagia dibanding yang single. Begitu juga dengan yang menikah atau bertunangan, terlihat lebih senang dibanding dengan yang jomblo.

3. Sebanyak 21% user putus via Facebook. Survey di bulan Juni 2010 yang meneliti sebanyak 1.000 pengguna Facebook, menemukan bahwa 25% dari mereka telah diputuskan via Facebook. 21% yang disurvey mengatakan bahwa mereka lebih senang mengakhiri hubungan asmara dengan mengubah relationship status menjadi ‘single’. Studi tersebut juga menguak fakta bahwa 9% wanitalah yang berinisiatif mengakhiri hubungan melalui Facebook, sedang pria prosentasenya lebih banyak yakni 24%.

4. Sekitar 85% wanita merasa terganggu dengan teman-teman Facebooknya. Dari gangguan yang mereka rasakan, aksi mengeluh setiap saat yang dilakukan teman-teman mereka di Facebook menjadi hal yang paling menyebalkan (63%). Facebooker lain mengatakan, berbagi sudut pandang mengenai politik  juga dirasa menggangu (42%) dan membual mengenai kehidupan yang seolah-olah sempurna juga membuat mereka tidak nyaman (32%).

5. Sebanyak 48% orang mengaku terlalu sering ‘mengintip’ profile mantannya. Sebanyak 48% responden yang disurvey pada bulan Januari oleh YouTango mengaku bahwa mereka terlalu sering mengintio Facebook dan situs jejaring sosial lainnya milik si mantan. 

Apakah termasuk Anda? :)
 
[via CNN]

79% User Tak Bisa ‘Lepas’ dari Facebook

Seberapa tergantungkah Anda dengan Facebook? Berapa lama Anda bisa ‘bertahan’ untuk tidak berinteraksi dengan Facebook?

Coed magazine, College Candy dan Busted Coverage menggelar sebuah studi terhadap 2.500 orang. Hasilnya, 79 persen responden ternyata tidak bisa jauh-jauh dari Facebook. Mereka tidak bisa seharian tidak memakai Facebook baik lewat komputer atau perangkat mobile.

Hampir 50 persen responden mengaku cemas dengan ketergantungan mereka terhadap layanan jejaring sosial tersebut, baik hanya sekedar mengecek berita dan mendapatkan update tentang teman-teman mereka.

Temuan lain dari studi ini adalah, lebih dari 40 persen responden mengaku mengecek Facebook sebelum menyikat gigi (setelah bangun tidur) di pagi hari.

Terkait dengan sifat adiktif dari layanan tersebut, 20 persen responden yang menghapus profil Facebook mereka karena frustrasi ujung-ujungnya membuat profil Facebook yang baru. Namun, 70 persen responden menyatakan akan menghapus profil Facebook mereka secara permanen jika Facebook sudah menjadi layanan berbayar.

Lalu, sebanyak 92 persen mengaku kalau update status Facebook cukup mengganggu. Update status yang dianggap paling menjengkelkan termasuk lirik lagu, update status dan update fan page. Update status politik juga diklaim cukup mengganggu, disusul dengan update foto bayi yang diposting oleh teman-teman mereka dan update lokasi check-in Facebook.

65 persen responden merasa malu jika orang lain bisa melihat siapa saja teman yang paling sering mereka cek. Hanya 6 persen yang mengaku putus dengan pasangan via Facebook. Dan lebih dari 66 persen mengatakan mereka tidak menilai orang lain berdasarkan seberapa banyak jumlah teman yang mereka miliki di Facebook.

Bagaimana Social Media Membantu Tunawisma



Orang-orang simpati pada media sosial, tetapi penggunaan tunawisma Facebook, Twitter dan bahkan email untuk mempertahankan hidup hemat koneksi.

Jutaan beralih ke Facebook untuk mengirim kesal hari mereka dan kekacauan dalam hubungan pribadi mereka. Sebagai imbalannya, mereka mendapatkan dukungan dan saran dari teman-teman dan orang lain yang bisa berhubungan. Tetapi untuk para tunawisma, ponsel sederhana dapat menjadi link penting untuk mendukung peluang kelompok, pekerjaan dan perumahan, dan merupakan cara untuk membangun sebuah komunitas keluar dari isolasi, merusak dan putus asa yang menyertai tunawisma.
 

Mengapa Koneksi Handphone? 

Seorang tunawisma dan smartphone mungkin tampak kombinasi tidak mungkin, tetapi perangkat mobile jauh dari menjadi alat untuk rekreasi atau simbol status. Akses mobile dapat memungkinkan mereka untuk keluar dari bayang-bayang, menarik perhatian pada penderitaan mereka dan mengamankan jasa yang berharga.Ketika datang untuk membuat pilihan-pilihan ekonomi yang sulit, ponsel adalah perlindungan terakhir, mungkin karena ponsel relatif mudah untuk mendapatkan, terutama bila dibandingkan dengan rumah, darat, mobil atau pekerjaan. Dan koneksi diaktifkan oleh perangkat mobile sementara mereka bekerja untuk membangun kembali. 

Sebuah ponsel menawarkan cara murah untuk berkomunikasi, dan bahkan akses internet sangat dasar dapat menghubungkan mereka ke banyak informasi dan sumber daya. Pada skala yang lebih besar, perangkat mobile merupakan menambatkan antara orang tunawisma dan kain yang lebih besar dari masyarakat, menjaga mereka dari jatuh ke dalam pucat dan sepenuhnya dalam margin.The University of Dayton Art Jipson mendokumentasikan bagaimana para tunawisma yang beralih ke media sosial dan menemukan kesetaraan, martabat dan cara untuk memperbaiki situasi mereka.Jipson menemukan media sosial dapat menjadi tempat bagi orang-orang tunawisma untuk berinteraksi tanpa dihakimi. Sebagai salah satu orang mengatakan, "Tak seorang pun di internet 'peduli jika saya tidak mendapatkan mandi kemarin atau beberapa bau." 

Temuan profesor sosiologi associate menambahkan dimensi baru dengan persepsi umum dari situs media sosial seperti Facebook. 

"Orang berpikir Facebook sebagai entitas miliar dolar dengan penawaran saham yang menjual sekumpulan iklan," kata Jipson. "Tapi, di Facebook, para saudara-saudara kita," memiliki akses yang sama ke semua persembahan Facebook dan membangun rasa memiliki yang didasarkan pada lebih dari harta. " 

Penggunaan media banyak tunawisma sosial untuk membangun jaringan pendukung, memecahkan masalah praktis seperti mana untuk mencari makan mereka berikutnya, di mana untuk menemukan tempat-tempat yang aman dan hangat untuk tidur dan di mana untuk menemukan berbagai pelayanan sosial. 

Manfaat memperpanjang untuk remaja tunawisma menavigasi jalan-jalan yang berbahaya untuk kelangsungan hidup. USC School of Social Work studi mengungkapkan 62 persen remaja tunawisma memiliki ponsel dan menempatkan premi pada membayar data plan untuk tetap berhubungan dengan orang lain, potensial dan menyambung ke penyedia layanan penampungan, makanan dan lainnya. 

Tunawisma remaja sering memiliki keuntungan lebih dari rekan-rekan yang lebih tua, karena mereka memiliki mental yang lebih sedikit dan masalah penyalahgunaan zat untuk bersaing dengan mereka berjuang untuk mendapatkan jalanan. Namun, ponsel menawarkan orang-orang dari segala usia tali penyelamat berharga untuk kesempatan, menyarankan cara baru teknologi mobile dapat memaksimalkan kemampuan mereka untuk memperluas jaring pengaman.

Mengapa Media Sosial Uniknya Diposisikan untuk Membantu 

Para tunawisma mengerti, dengan cara orang-orang biasa mungkin mengambil untuk diberikan, kekuatan besar dari ponsel. Secara bergiliran navigasi dan program film streaming dimana saja adalah kenyamanan bagi kebanyakan pengguna smartphone, namun kemampuan lain perangkat 'dan fungsi yang paling dasar dapat melunakkan pukulan belajar Anda akan menjadi tunawisma dalam beberapa minggu, atau perlu menemukan cara untuk mengamankan makanan untuk hari. 

Blogger tunawisma, misalnya, merupakan anugerah bagi mereka yang menemukan diri mereka dalam situasi yang sama. Mereka di tepi jurang yang semakin menjangkau di Twitter, menggunakan tunawisma terkait hashtags atau topik. Salah satu nama yang sering muncul adalah Mark Horvath, yang pergi dengan menangani Twitter @hardlynormal. Dedikasi untuk menyediakan forum bagi tunawisma untuk berbagi sumber daya, saran dan tips lain memberikan jalan yang sangat dibutuhkan untuk menavigasi baru mereka, dunia menakutkan. 

Prajurit sosial media seperti Horvath, yang menggambarkan dirinya di Twitter dengan 16.000 pengikutnya sebagai "hanya seorang pria tidak biasa berusaha untuk menavigasi melalui dunia yang abnormal dengan membantu orang lain," sering terinspirasi dalam misi mereka sebagai hasil dari keturunan mereka sendiri menjadi tunawisma. 

Tweets Horvath mendorong ("Ini akan menjadi minggu yang besar Percaya."), Memberikan motivasi lucu ("Ada garis tipis antara memancing dan hanya berdiri di pantai seperti idiot") dan advokat ("Aku berdoa untuk hari Suara tunawisma kita sebagai konsumen pada media sosial menjadi terlalu keras itu menutup layanan buruk sehingga sumber daya dapat pergi ke yang baik. ") 

Chicago Ann Marie Walsh yang melakukan hal yang sama di Chicago. Walsh didirikan nya @padschicago akun Twitter setelah menemukan dirinya tinggal di tanah kosong, dan tweets ke 5.600 pengikut nya tentang pekerjaan, penjangkauan informasi dan bahkan hal-hal pribadi seperti mengirim ucapan selamat ulang tahun."Saya mencintai semua tweeps kamu. Kamu membantu menjaga waras. Aku sudah banyak emosi #PTSD akhir-akhir & posting mereka membantu mengalihkan perhatian saya. Kamu semua mengirimkan cinta" tweeted Walsh baru-baru ini. 

Horvath adalah menggandakan usahanya, bergerak di luar akun Twitter-nya untuk mendirikan WeAreVisible.com, tempat bagi mereka yang baru tunawisma dan teknologi mobile untuk mendirikan sebuah kehadiran online. Situs ini berjalan pemula melalui proses menciptakan sebuah halaman Facebook, akun Twitter, alamat Gmail dan bahkan memberikan nasihat tentang blogging.Situs ini juga memberikan sedikit saran etiket, mengatakan, "Ingat, media sosial adalah percakapan jadi penting untuk mendengarkan. Jadilah diri sendiri dan menjadi nyata, tetap positif dan menghormati setiap orang, dan bersenang-senang. "

Bagian dari Solusi Masa Depan?
 

Menyediakan orang tunawisma dengan sumber daya yang paling berpengaruh dan efektif, kontak, dan kesempatan bisa membantu metode tradisional penjangkauan, membuat mereka lebih efektif dan terjangkau.

Di jalan, tren bisa mengubah pelayanan kepada penduduk tertekan, menciptakan "manajemen kasus virtual," sistem atau platform baru untuk berinteraksi. Alat-alat online bisa meredakan bagaimana para pekerja dan orang-orang yang membutuhkan layanan berkomunikasi dengan menghilangkan tantangan tatap muka pertemuan atau tidak terjawab komunikasi tertulis. Juga, ledakan email mungkin terbukti lebih efektif dalam mendapatkan kata keluar tentang sumber daya yang tersedia dan seminar.

Sebagai anggaran negara yang dibebani melebihi kapasitas dan lingkungan dan pusat layanan satelit dekat, ponsel dapat membuka sambungan baru penjangkauan. Perangkat mobile melampaui ponsel, seperti iPod Touch, memungkinkan populasi tunawisma untuk tinggal di kontak konstan dengan penyedia layanan sosial, merampingkan proses bagi kedua belah pihak.

Pengalihan digital bentuk, permintaan, buletin-papan, aturan, dan komunikasi lainnya bisa menyimpan jam kerja keras dan memotong banyak birokrasi, sementara pada saat yang sama membantu masyarakat tunawisma kolam bersama-sama untuk bergerak di luar situasi mereka saat ini.

[via Mashable]

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.